9 Februari 2013

revisi 2 : pria halte


Sudah seminggu ini hujan turun. Walaupun di pagi hari tampak cerah, ujung-ujungnya hujan akan turun juga.
“ayo..cha, buruan nanti hujannya tambah deras” Risa berteriak kepada Icha sambil berlari menuju halte yang menjadi tujuannya.
“iya bawel, ini aku sudah coba berlari” Icha emnjawab dengan ketus
“lama!!” Risa langsung meraih tangan icha dan berlari secepat mungkin menuju halte Pasundan, tempat banyak anak sekolah menunggu angukutan umum.
“nah…sampai juga kan di halte. Jadi baju kita tidak terlalu basah.” Tangan Risa sibuk menepuk-nepuk baju yang terkena air hujan. Anak rambut yang berjatuhan di kening, disingkapnya perlahan.
“sampai sih sampai, tapi genggamanmu itu loh terlalu kencang, sakit tahu!” Icha kembali berkata ketus.
“iiiiii…….icha ternyata lucu kalau lagi cemberut” rayuku sambil mencubit pipinya yang merah
nggak lucu!”
“iya maaf deh. Besok-besok kita larinya kaya kura-kura saja yah, terus baju kita basah kuyup dan buku pelajaran kita basah semua. Seruuu kan??” sindir Risa yang masih mencubit-cubit pipi Icha. Semakin icha menghindar dari cubitan, semakin Risa bernafsu mencubitnya.
“hahahaha…. Iya iya.. bisa saja kamu tuh Ris..” Icha membenarkan ucapan Risa dan mencoba menghentikan cubitannya.  
Tiba-tiba pandangan Risa mengarah ke pojokan sebelah kanan terlihat pria sebaya tengah asik membaca komik tanpa memperdulikan hujan dan berbagai macam angkutan yang lewat.
“Hmm..apa peduli ku” gerutu Risa dalam hati sambil mengangkat kedua bahu.
“Kenapa Ris..?” tanya Icha penasaran melihat Risa tiba-tiba mengangkat kedua bahunya.
“eh..nggak…Cha hehehe, eh angkutan kita kosong tuuh..ayuu cepetan naik” bergegas Risa dan Icha naik angkut.
Keesokan harinya di tempat yang sama setelah pulang sekolah tanpa di temani Icha karena jatuh sakit.
“dia lagi dia lagi” gerutu Risa kembali saat melihat pria halte. Tanpa sadar Risa memperhatikan dia kembali, di liriknya sekejap lagi dan lagi tapi sayang hanya melihat dari jauh dan wajah sampingnya. 
Hampir satu minggu setiap pulang sekolah Risa selalu melihat pria itu kembali. Pria yang selalu serius membaca komik dan gaya khasnya yaitu tangan kiri megang tas gandongnya, tangan kanan memegang komik dan selalu memakai topi hitam.
“ini orang, anak SMP mana? Berbagai macam angkutan lewat nggak pernah naik? walaupun nunggu berapa puluh menit cuman pingin tahu tujuan dia kemana tetap saja yang naik duluan aku, Eeh apa peduli ku kenapa harus memikirkannya!!”  
“kira-kira apa yang di pikirkannya yah tentang aku, haaah!! Ada apa aku ini?” Risa menggeleng-gelengkan kepala mencoba menghilangkan sosok pria halte tersebut di pikirannya.
***
Suasana di kelas sangat gaduh, guru matematika sedang pergi rapat jadi jadwal kosong. “daripada nggak jelas mau ngapain di kelas mending menggambar saja” ungkap Risa. Risa mengambil buku gambar di dalam tas. Buku gambar yang selalu Risa bawa kemana-mana dan selalu terisi goretan-goretan pensil yang menghiasi buku gambar tersebut.
“hai.. menggambar siapa hari ini?” tanya Desi teman sebangku Risa
“ooh..pria halte, tapi nggak tau siapa” jawab Risa datar tanpa memperdulikan rasa penasaran Desi.
“cieee…..” ledek Desi 
Sejenak Risa berfikir “kenapa aku mendadak menggambar pria halte ini? Kenapa pria ini ada di benak ku sekarang?” Risa pun menyobek gambar tersebut.
“loh..kenapa di robek Ris??ih..nggak apa-apa kali… ini kan mengasah bakat mu juga, jangan di tahan Ris” ujar Desi. Terkadang Desi ini teman yang iseng tapi dewasa makanya sebangku dengan dia nyaman. Tiba-tiba Icha menghampiri “hayooo…lagi gosipin siapa?” mengagetkan Desi dan Risa.
“eh.,itu ko kaya pernah lihat dimana yah ris…kayanya nggak asing” lanjut Icha kembali
“bukan siapa-siapa itu dejavu kali cha” ujar Risa sambil melirik Desi berkedip tanda kode kalau itu rahasia.
“hahahahaha” Desi tertawa terbahak-bahak melihat Risa sedikit grogi.
Sepulang sekolah, kali ini sudah dengan persiapan dari rumah membawa payung walaupun sedikit ribet membawa payung tapi Risa mengikuti perintah ibunya. Berjalan ke halte pun agak santai, pulang sendirian lagi dinikmati Risa dan tidak menghiraukan hujan yang rintik-rintik. Tak terasa sudah sampai juga di halte Pasundan. Pria halte tersebut sudah ada disana tengah asik baca komiknya. Kali ini di halte terasa sepi hanya ada kita berdua dan Risa menatap dalam-dalam ke arahnya harapannya dia menoleh dan melihat wajahnya utuh bukan hanya dari samping tapi alhasil dia sama sekali tidak menoleh. Risa semakin penasaran dengan pria halte tersebut ditunggunya pria tersebut demi keingintahuannya.
“udah 30 menit berlalu pria ini ko nggak ngeberhentiin angkut” tanya Risa dalam hati
“haaaah….apa peduli ku, aku mau naik angkut saja duluan!” Risa memberhentikan angkutan 04 yang melintas di depannya, bergegas Risa naik dan memilih duduk di pojokan belakang dekat kaca tiba-tiba Risa melihat pria halte mengadahkan mukanya melihat ke arah angkutan 04 “hah??dia menoleh kesini, haaaaaaaah sial!! kehalang hujan begitu derasnya jadi nggak begitu jelas,samar-samar!” muka Risa ditekuk sedih dan sebal padahal itu kesempatan bisa melihat wajahnya secara utuh.
***
Waktu istirahat tiba Risa lebih memilih menggambar di kelas, sesuai cita-citanya menjadi pelukis terkenal Risa lebih menghabiskan waktu istirahat di kelas untuk menggambar “ris, gambar siapa lagi?” tanya Desi menghampiri Risa dengan cemilan pesanan Risa.
“pria halte lagi…” jawab Risa sambil membuka cemilannya.
“ko cuman wajah dari samping terus” tanya Desi penasaran.
“aku cuman liat raut wajahnya dari samping terus des.. cuman mimiknya saja dan komik yang selalu berbeda-beda tapi kemarin aku lihat dia mengadahkan mukanya tapi sayang mukanya samar-samar nggak jelas  kehalang derasnya hujan” jelas Risa sambil melanjutkan menggambar.
“hmmmm…gitu” tanggapan Desi datar.
***
Sudah enam bulan Risa hanya bisa memandang pria halte dari jarak 1 meter, dia selalu berdiri di pojok kanan sedangkan Risa berdiri di pojok kiri. Seperti biasa walaupun di halte cuman ada berdua mereka saling membisu, sedangkan Risa sekali-kali meliriknya dari mulai mimik wajahnya serta komik yang dibacanya .
“Astaga!! Apakah aku jatuh cinta dengan pria halte ini? kenapa aku selalu menggambarnya?diam-diam memperhatikannya?apakah aku sudah gila?ya Tuhan..padahal dari awal aku nggak pernah memperdulikannya” gerutu Risa kembali sambil termenung dengan pikirannya selama ini.
Clak…clak..clak….brrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrr seketika hujan deras padahal cuaca saat itu cerah
“nah lho…hujan siang hari pertanda ada yang nangis” celetuk Risa mencoba memancing pria halte tersebut.
“hari gini masih percaya mitos!” tiba-tiba pria halte itu menjawab gerutu Risa sambil berlari naik angkutan umum yang diberhentikannya.
Sedangkan Risa hanya terpana dan kaget “deg..deg..deg..deg..deg..” jantung Risa berdetak semakin kencang “ Tuhan..aku mendengar suaranya” Risa menunduk tersenyum malu.
Beberapa menit melamun “eh,,,tadi dia naik apa??!!” sesal Risa
“hiiiih..!!bodohnya aku malah terkesima bukannya melihat angkutan jurusan apa!”
Hampir satu tahun Risa selalu melihat pria halte dan menggambar dirinya, entah sudah berapa buku gambar berisikan gambar pria halte tersebut walaupun dalam satu tahun ini bertemu kebetulan di halte tapi mereka sama-sama diam tanpa ada perbincangan sekali pun ataupun saling menatap sejenak.
“dasar pria so cool!!” gerutu Risa

***
Sudah sebulan semenjak kenaikan kelas 3 SMP Risa tidak pernah lagi melihatnya, kali ini Risa lebih sering di antar jemput dengan supir Ayahnya. Kata Ayah “aku harus mengurangi aktifitas dan harus fokus belajar sudah kelas 3 persiapan untuk UN” Sedih menerima keputusan itu tapi itulah demi kebaikan walaupun sedih tidak bisa kembali melihat pria halte dan terkadang memikirkannya pingin tahu komik apa lagi yang dia baca.
Risa sekarang lebih sibuk dengan aktifitas belajar bareng, Les di sekolah dan Les di Primagama . lambat laun Risa lupa dengan pria halte tersebut sampai masuk kuliah jurusan teknik di ITB.
“hei… ris” sapa Rafid
“hei fid..”
“Ris, entar malam keluar yuuk” ajak Rafid
“tumben, biasanya paling anti keluar malam fid…”
“kali ini aku nggak anti Ris..”
“ah,,aku males keluar fid”
“ayolah..sekali ini saja yah terima ajakan ku “ Rafid merayu memasang muka melas
“iyah..fid”
“yes!! Makasih yah ris..sampai ketemu ntar malam” sorak Rafid gembira dan meninggalkan Risa yang duduk di kantin
“hei…Ris” sapa Abdul
“eeeh…dul..dul..si dul” canda Risa
“barusan Rafid yah?? Hmmm,,, “
“iya, kenapa dul??cemburu kah dirimu?? Hahaha”
“yee…!!bukan itu, dia itu udah lama merhatiin kamu terus ris kayanya suka deh”
“nggak apa-apa, kalaupun dia suka mau gimana lagi?hahaha..udah aah!”
Pada kenyataannya Risa juga menyukai Rafid semenjak masuk kuliah, semenjak dekat dengannya Risa merasa nyaman dan selalu senang di dekatnya. Risa tahu Rafid nggak lagi dekat dengan perempuan lain begitu sebaliknya. Kadang mereka tiap hari minggu jalan-jalan berdua kemudian menyalurkan hobi masing-masing Risa melukis sedangkan Rafid dengan kameranya.
***
Malam pun tiba, Rafid sengaja datang cepat supaya nggak ngaret tapi ternyata orang yang ditunggu sedang sibuk mempersiapkan diri akhirnya Rafid di suruh menunggu di ruang tamu kosan.
“rapih betul fid, mau kemana sebenarnya kita?” tanya Risa penasaran
“ada deh,  yuu pergi tuan putri” puji Rafid
Tiba-tiba…….Hujan pun turun sangat deras
“haaah sial!!gagal deh rencana malam ini” gerutu kecil Rafid
“yaaah..hujan fid, gimana dong? Kita makan mie aja yah di kosan ku”
“iya” raut sedih Rafid
“kenapa fid?”
“sebenarnya malam ini aku mau ngajak ngedate kamu Ris, aku mau nembak kamu” Rafid tertunduk tak sadar dengan ucapannya.
“nembak??!!” teriak Risa kaget
“heih..?!! nggak ris..nggak… bercanda” Rafid mulai gelagapan mencoba mengalihkan pandangannya.
“hmmm” mata Risa melotot ke arah Rafid
“iya deh ngaku ris, sebenarnya malam ini rencana aku mau mengutarakan perasaan aku sama kamu” Rafid masih tertunduk dengan suara lemas.
“terus?” tanya Risa kembali walaupun sudah tahu ujung pembicaraan Rafid kemana tapi Risa mencoba memancing Rafid yang selalu grogi tiap kali obrolan mereka serius.
“ya gitu ris..”
“gitu gimana??” tanya Risa penasaran.
“yaa aku suka kamu, sayang sama kamu” kali ini Rafid tidak menundukan wajahnya tapi memandang Risa dalam-dalam.
“ooh” jawab Risa datar
“ooh??!! Nggak ada kata lain apa ris?!” Rafid mulai kesal dengan tanggapan Risa.
“ya terus mau jawaban apa?” iseng Risa.
“apa kek ris, aah nggak romantis banget sih ris..” Rafid mulai menekuk wajahnya.
“loh?ya terus aku harus jawab gimana?”
Rafid kemudian menghela nafas dan menatap Risa kembali “Ris, aku kenal kamu sudah lama, semenjak 3 semester ini kita sering jalan bareng, karena kebersamaan itu jadi aku sayang sama kamu.. mau kah dirimu eh kamu menjadi pacar ku?” jantung Rafid seketika ikutan berdetak keras takut jawabannya adalah sebuah penolakan.
Deg!!! Risa pun terdiam, berfikir jawaban apa yang harus diberikannya antara senang dan bingung.
“ris..ris…haloooo” Rafid membangunkan lamunan Risa
“eh.. maaf fid”
“so??” jantung Rafid semakin berdetak kencang.
so apa? Somay maksudnya? Hahahaha” canda Risa tertawa terbahak-bahak agar suasana tidak begitu tegang.
“serius Ris..”
“makasih fid dah sayang sama aku tapi…….”
“tapi apa Ris?? Yaudah ris kalau kamu nggak bisa nerima aku”
“yeee..!! tapi aku nggak bisa nolak kamu” dicubitnya pipi Rafid
“hah??apa Ris??” Rasa sakit di pipinya nggak begitu dihiraukan oleh Rafid
“budeg!!” cubitan Risa semakin keras
“hahahaha….ayo dong ulang sekali lagi?” pinta Rafid sambil mengelus pipinya yang kesakitan.
“iyaah aku menerima cinta mu” Risa tersipu malu menundukan wajahnya.
“Yes!!! Makasih banyak yah ris.. akhirnya sekian lama memperhatikan mu nggak sia-sia” raut Rafid kembali cerah dan gembira
***
Kini Risa dan Rafid bekerja di Jakarta sudah mapan dan pemikirannya sudah dewasa akhirnya setelah 5 tahun perjalanan cintanya, mereka memutuskan untuk segera menikah. Risa pun menerima lamaran Rafid secara resmi di hadapan keluarga kedua belah pihak. Inilah tujuan awal mereka berkomitmen untuk menikah. Pemikiran dan prinsip yang sama menjadikan mereka pasangan yang selalu bikin iri teman-teman kampusnya walaupun terkadang terjadi keributan kecil tapi mereka mencoba memperbaiki secepat mungkin dan menutupi dari teman-temannya.
“jadi resign hari ini Ris..” suara berat Rafid di balik ponselnya
“iyah, seperti kataku dari kemarin aku pingin terjun langsung nyiapin pernikahan kita fid” tegas Risa sambil memegang surat resign yang sudah disiapkan dari kemarin.
“hehehe… yaudah kabari lagi yah setelah resign, aku kembali kerja kalau begitu” Rafid mengakhiri pembicaraan.
“ok sip!”
Tut..tut..tut… (bunyi telpon terputus)
Beberapa menit kemudian, Risa mengambil ponselnya kemudian menekan tombol 2 (tombol cepat langsung ngehubungi Rafid)
“haloo..”
“fid….” Suara lemas Risa
“kenapa?”
“aku nggak boleh resign, aku malah dikasih cuti lama” kesal Risa
“loh?mana boleh perusahaan begitu!”
“nggak tahu.. pokoknya bos nggak ngizinin aku resign katanya lebih baik ngasih cuti panjang daripada kehilangan karyawan berprestasi” Risa pun mencoba menjelaskan tak sadar air mata jatuh dipipinya.
“hei..jangan nangis, nggak apa-apa Ris cuti juga kan enak, masalah kedepannya setelah menikah entar kita bahas lagi yah?” Rafid tahu Risa pasti mengangis kalau masalah serius tapi nggak kunjung kelar dan sikap Rafid yang selalu pengertian dengan sifat Risa yang selalu menangis.
“tapi kan aku jadi di bayang-bayangi kerjaan terus” air mata semakin membasahi pipi Risa.
“hehehe…udah nggak apa-apa, santai saja.. besok jadi kan pulang?” Rafid mencoba mengalihkan pembicaraan.
“iyah..” Risa menghela nafas dan mengusap pipinya yang basah.
Keesokan harinya
….I love you..i love you..indonesia…. (dering HP berbunyi)
“halo..”
“Ris, maaf.. aku kayanya nggak bisa nganterin, kerjaan numpuk sepertinya mau lembur hari ini” ujar Rafid
“iya,, its ok! No problem hehehe..”
“sip!makasih yah.. hati-hati di jalan sesampainya di rumah langsung kabarin terus kalau ada apa-apa bilang, duduknya sama ibu-ibu saja, jangan ngobrol sama sembarangan orang, dompet awas!” nasehat Rafid yang begitu khawatir takut Risa kenapa-kenapa.
“hahahaha…iyaaah bawel”
Setelah lamaran itu Rafid sedikit overprotektif dan sensitif tapi buat Risa itu nggak jadi masalah asalkan Rafid masih bisa memberikan pengertian.
***
Udah seminggu di rumah menyiapkan segalanya tanpa di temani Rafid walaupun terasa sepi karena setiap hari selalu bersamanya tapi sekarang kemana-kemana sendiri dan sekali-kali ditemani calon ibu mertua, hubungan mereka menjadi long distance.
Besok hari Minggu, Risa sengaja mengosongkan jadwal kesana-kesininya untuk jalan-jalan sendiri sejenak.
“Bu..besok Risa pergi main dulu yah? Pingin jalan-jalan sendirian menghirup udara masa lajang hehehe”
“dasar, hahaha iyah..hati-hati ditemani Randi kan?” tanya Ibu
“masa harus sama ade sih bu, sendirian saja naik angkut kan namanya jalan-jalan”
“hmm” tanda setuju dari Ibu.
Hari minggu pun tiba, udah berapa banyak angkutan umum di tumpangi Risa hanya untuk sekedar jalan-jalan nggak karuan.
“kiri mang,,kiri…” Risa memberhentikan angkutan yang dia tumpangi ternyata Risa memberhentikan karena melihat halte masa lalunya.
Risa mengambil nafas dalam-dalam, tersenyum “halte ini, penuh kenangan bersama icha dan…” seketika Risa mengingat pria halte tersebut.
“hah? Apa yang aku pikirkan?” Risa masih menatap pojokan sebelah kanan sangat jelas bayangan masa lalunya kembali muncul, pria halte yang selalu baca komik.
….I love you..i love you..indonesia…. (dering HP berbunyi)
Bunyi itu menghentikan lamunan Risa  ke masa-masa SMP, ternyata telpon dari Rafid
“hallo..”
“hallo..ris, lagi dimana?” tanya Rafid
“lagi di Halte menunggu angkutan umum” jawab Risa datar
“yaudah hati-hati yah….. jangan terlalu cape, kalau gitu aku kembali bekerja, love you
“iyah…love you too
Tut..tut..tut.. Rafid mengakhiri telponnya.
“Astaga..apa yang aku pikirkan sekarang?? Bentar lagi aku menikah tapi malah memikirkan kembali pria halte tersebut, Ya Tuhan.. maafkan aku..” Risa termenung sebentar mencoba menghilangkan pikiran pria halte tapi ternyata bayangan itu semakin kuat. Segera Risa mengambil ponselnya di saku celana, kemudian dicarinya nama Desi di phone book.
Tut…..tut….tut….tut….. (telpon belum di angkat)
“ayolah dess…angkat… I need you” Risa mulai cemas dengan pikirannya sendiri.
Tut…tut…tut…tut,,
“haloo..”
“Desii!!! Akhirnya di angkat juga” teriak Risa
“hadeuh ni orang nggak pernah berubah, kenapa Ris..?” tanya Desi
“buruan ke Caffe mixi sekarang, Pokoknya buruan kesini”
“kebiasaan!! Iyaaa tunggu 30 menit..”
“seet..lama amat, tapi buruan yah datang”
Tut,,tut,,tut,,
Risa memberhentikan angkutan yang satu jurusan menuju Caffe mixi, 40 menit kemudian tersaji di meja bundar 2 gelas minuman yang habis di teguk Risa dan sepiring cemilan.
Dilambaikannya tangan Desi ke arah Risa
“maaf..maaf telat” ujar Desi buru-buru menghampiri Risa
“iya nggak apa-apa,, sudah biasa Desi si tukang ngaret hahahaha”
“heuh!!kenapa?kenapa?” tanya Desi penasaran
“Des…gawat!! Masih inget kan pria halte yang jaman SMP?” tanya Risa balik
“yang mana yah??lupa” di kerutkan kening Desi dan mulai berfikir.
“hiiiiiiiiiih!! Itu loh yang aku gambar tiap hari”
“ooh..iya inget, kenapa??kamu ketemu dia lagi??”
“bukaan, tapi aku mengingatnya kembali tadi di halte”
“ya ampuun Ris,.. cuman mengingat doang kan? kenapa seserius itu?”
“justru itu aku jadi ragu 2 minggu lagi aku mau nikah sama Rafid masa pria halte lagi sih yang di inget mulu”
‘ris..” Desi mencoba menenangkan dan menasehatinya.
“gini..gini.. pria halte itu kan cuman bayangan masa lalu jadi nggak usah dipikirin lagi, move on! Inget Rafid sa… cowok yang selalu mendampingi kamu, bukan bayangan itu!”
“iya des..tapi….”
Desi memotong “tapi apa?? Nggak ada tapi-tapian pokoknya lupakan pria halte itu ok?! Trust me.. kamu besok pasti lupa”
Rani mengangguk tanda mengiyakan perkataan Desi.
***
Sesampainya di rumah, Risa tergesa-gesa lari ke kamar
“bu….” Panggil Risa nyambi mencari-mencari kotak kaleng.
“bu…liat kotak kaleng di lemari ku nggak??” tanya Risa
“kotak yang mana?” ibu menghampiri ke kamar Risa
“ini loh bu.. yang ku simpan disini” menunjuk di pojokan bawah lemari
“ibu nggak tau, kan kamu terakhir yang merapihkan kamar”
Risa kembali mengobrak-abrik kamar, mencari kotak kaleng itu di simpen dimana “mungkin saatnya aku harus membuang kenangan masa lalu bersama pria halte. Aku nggak mau menghianati cinta Rafid sosok pria yang hangat, pengertian dan penuh perhatian. Aku akan mengabdi menjadi istrinya tanpa bayang-bayang pria halte”
“coba cari di gudang” sambung Ayah dari ruang keluarga.
‘oh iyah..’ Risa bergegas ke gudang, ternyata barang di gudang banyak banget. Kebingungan mencari di gudang saking banyaknya dan belum ketemu-ketemu akhirnya memutuskan melanjutkan besok.
Keesokan harinya..
“Hari ini aku harus menemukannya” tekad Risa semakin kuat
Setelah beberapa jam, akhirnya Risa menemukan kotak kaleng tersebut yang sudah penuh debu. Dibukanya kaleng tersebut dan melihat gambar-gambar pria halte, mata Risa tiba-tiba berkaca-kaca “aku merindukan mu” ungkap Risa dalam hatinya.
……I love you… I love you Indonesia… 
Ternyata Rafid menelpon, Risa terdiam sejenak “ya Tuhan..apa yang terjadi, tiap kali aku mengingat pria halte itu, Rafid menelpon aku apakah ini sebuah peringatan dari Mu?”
Berapa kali Rafid telpon akhirnya diangkatlah ponsel tersebut.
“hallo..Ris..” nada lemas Rafid tak biasanya
“hallo fid..kenapa?” Risa malah balik tanya
“nggak apa-apa, hanya kangen sama kamu”
“oh..sama” datar ku
Haciiiiiuww… nggak sengaja Risa bersin
“kamu sakit?”
“nggak, kena debu lagi mencari sesuatu di gudang.. fid, aku ke toilet dulu yah, idung ku gatel pingin bersin mulu”
“iyah”
Tut..tut…tut… kali ini Risa yang menutup duluan telpon, bergegas lari ke toilet tanpa menghiraukan kotak kaleng tersebut.
***
Sudah 2 minggu Risa di rumah untuk mempersiapkan pernikahan. Selama 2 minggu itu pula sikap Rafid sedikit dingin “mungkin ini cobaan dalam hubungan sebelum nikah yang katanya emosional kita akan berlebih entah itu cemburu, curiga, dan lainnya tapi aku percaya ko Rafid masih mencintaiku” Risa meyakinkan diri kalau semua baik-baik saja.
Nguuk…..nguuk..nguuk.. (suara ponsel bergetar)
Antara sadar dan tidak diangkatnya tanpa melihat siapa yang nelpon
“hallo..”
“hallo ris..”
suara yang ga asing di telinganya “Rafid..! jam berapa sekarang? Ada apa?” ketus Risa
“selamat ulang tahun yah sayang…maaf ulang tahun sekarang aku nggak bisa di samping mu”
“iyah nggak apa-apa, makasih yah fid..” sedikit kecewa dengannya, hampir tiap Risa ulang tahun selalu berbagi bersama tapi sekarang sendirian.
Pagi harinya…
Walaupun keadaan BT karena Rafid tapi Risa bersyukur  ada teman-teman SMA yang datang ke rumah pagi-pagi ngajak pergi main. Dari pagi sampai siang bermain bersama mereka, seketika Risa melupakan Rafid dan rasa BT yang menyelimutinya. “seruu bisa senang-senang bersama mereka kembali, bercanda, bergosip rasanya hari ini hari the best tanpa Rafid” ujar Risa dalam hati.
Siang itu cuaca sangat cerah seperti biasa cuaca tidak bisa di prediksi, hujan pun turun begitu derasnya menghujani kota Bogor. Jam 2 siang mereka sudah kembali ke rumah Risa tapi rumah terasa sepi, di sautnya satu persatu orang yang di rumah oleh Risa tapi tidak ada yang jawaban. Risa dan teman-temannya berjalan ke ruang keluarga dilihatnya layar putih. “ini apaan yah?” Risa mulai kebingungan
Tiba-tiba………….
Slide show di mulai, masih bingung maksudnya apa dan penasaran juga isi slide show tersebut. Risa menyimak baik-baik dan teman-teman SMAnya ikutan terkesima dengan  kata-kata indah yang muncul di slide show tersebut. Slide berikutnya beberapa foto di halte, disana ada 2 orang insan anak SMP, yang satu sedang asik membaca komik yang satunya termenung dan kadang memperhatikan pria itu.
“Deg..!!” Risa mulai gelisah “seperti gambaran Risa waktu dulu bersama pria halte tersebut” kata-kata puitis dari tiap fotonya membuat Risa meneteskan air mata “Kenapa??” Risa terus bertanya seperti itu dalam hati
“hmm..ternyata mitos itu benar yah, siang hari hujan tandanya ada yang nangis” suara itu sangat nggak asing seperti Rafid.  Risa langsung menoleh ke belakang ternyata itu beneran Rafid. Air mata Risa semakin mengalir sedangkan Rafid hanya tersenyum.
“tolong jelasin fid..” pinta Risa
“maaf ris..aku menyembunyikan selama ini, aku pria yang selalu kamu temui di halte itu” jelasnya singkat sambil tersenyum menghampiri Risa yang duduk menangis
“JAHAT!!” teriak Risa sambil menangis dan mencubit pipi Rafid.
“kalian juga jahat!!” ujar Risa melihat ada Desi, Ayah dan Ibu, Randi serta teman-teman SMA yang tersenyum kearahnya
“hehehe…maaf yah ris, ini rencana Rafid dari awal. Aku juga baru tahu kalau pria halte itu Rafid ehh” Desi keceplosan
Rafid mencoba menenangkan dan menjelaskan apa yang terjadi sebenarnya. Ternyata Rafid selalu memperhatikan Risa dari sejak SMP, SMA sampai kuliah. Rafid selalu bela-belain untuk bisa sekolah yang tidak begitu jauh dengan Risa.
“ini jangan di buang yah?” Rafid menunjukan kotak kaleng
“hah? Ko kamu tahu?” tanya Risa penasaran
“waktu kamu ketemu Desi itu, Desi langsung telpon aku terus menjelaskan apa yang terjadi sama kamu. Aku langsung bergegas ambil cuti untuk pulang. Malamnya telpon ibu menanyakan keadaan kamu lalu cerita katanya kamu lagi mencari sesuatu besoknya aku telpon kan? Ternyata kamu di gudang dan respon kamu dingin. Tambah penasaran malamnya pas kamu sudah terlelap dalam mimpimu, aku sudah nelpon orang rumah izin buat kesana tanpa beritahu kamu dulu sa…  hehehe maaf yah?”
“JAHAT!!tetep aja jahat!!” tangan Risa kembali hinggap di pipi Rafid dan cubitan Risa semakin keras.
Seminggu setelah Ultah Risa akhirnya hari pernikahan pun tiba, settingan pernikahan ini beda dari yang lain bukan singgasana yang di hias dengan bunga-bunga atau tradisi adat tapi di setting seperti sebuah Halte.
“akhirnya aku menikah juga dengan cinta monyet sejati” ujar Rafid melirik Risa tersenyum bahagia
“apa??monyet???!! berarti kamu juga monyet dong?!!” ketus Risa dan lagi-lagi mencubit pipi Rafid yang cubby.
“cubitan hehehe…sebagai pasangan monyet nggak boleh ketus looh?” rayu Rafid melepas tangan Risa dari pipinya.
Risa pun tersenyum melihat Rafid dan berdoa “Tuhan.. terima kasih ternyata pria halte adalah Rafid, orang yang selalu di dekatku dan akhirnya menjadi suami ku, semoga pernikahan ini akan selalu utuh,amin”


Tidak ada komentar:

Posting Komentar