Sudah seminggu ini
hujan turun. Walaupun di pagi hari tampak cerah, ujung-ujungnya hujan akan
turun juga.
“ayo..cha, buruan nanti
hujannya tambah deras” Risa berteriak kepada Icha sambil berlari menuju halte
yang menjadi tujuannya.
“iya bawel, ini aku sudah
coba berlari” Icha emnjawab dengan ketus
“lama!!” Risa langsung
meraih tangan icha dan berlari secepat mungkin menuju halte Pasundan, tempat
banyak anak sekolah menunggu angukutan umum.
“nah…sampai juga kan di
halte. Jadi baju kita tidak terlalu basah.” Tangan Risa sibuk menepuk-nepuk
baju yang terkena air hujan. Anak rambut yang berjatuhan di kening,
disingkapnya perlahan.
“sampai sih sampai,
tapi genggamanmu itu loh terlalu kencang, sakit tahu!” Icha kembali berkata
ketus.
“iiiiii…….icha ternyata
lucu kalau lagi cemberut” rayuku sambil mencubit pipinya yang merah
“nggak lucu!”
“iya maaf deh.
Besok-besok kita larinya kaya kura-kura saja yah, terus baju kita basah kuyup
dan buku pelajaran kita basah semua. Seruuu kan??” sindir Risa yang masih
mencubit-cubit pipi Icha. Semakin icha menghindar dari cubitan, semakin Risa
bernafsu mencubitnya.
“hahahaha…. Iya iya.. bisa
saja kamu tuh Ris..” Icha membenarkan ucapan Risa dan mencoba menghentikan
cubitannya.
Tiba-tiba pandangan
Risa mengarah ke pojokan sebelah kanan terlihat pria sebaya tengah asik membaca
komik tanpa memperdulikan hujan dan berbagai macam angkutan yang lewat.
“Hmm..apa peduli ku”
gerutu Risa dalam hati sambil mengangkat kedua bahu.
“Kenapa Ris..?” tanya
Icha penasaran melihat Risa tiba-tiba mengangkat kedua bahunya.
“eh..nggak…Cha hehehe,
eh angkutan kita kosong tuuh..ayuu cepetan naik” bergegas Risa dan Icha naik
angkut.
Keesokan harinya di
tempat yang sama setelah pulang sekolah tanpa di temani Icha karena jatuh sakit.
“dia lagi dia lagi”
gerutu Risa kembali saat melihat pria halte. Tanpa sadar Risa memperhatikan dia
kembali, di liriknya sekejap lagi dan lagi tapi sayang hanya melihat dari jauh
dan wajah sampingnya.
Hampir satu minggu
setiap pulang sekolah Risa selalu melihat pria itu kembali. Pria yang selalu
serius membaca komik dan gaya khasnya yaitu tangan kiri megang tas gandongnya,
tangan kanan memegang komik dan selalu memakai topi hitam.
“ini orang, anak SMP
mana? Berbagai macam angkutan lewat nggak pernah naik? walaupun nunggu berapa
puluh menit cuman pingin tahu tujuan dia kemana tetap saja yang naik duluan
aku, Eeh apa peduli ku kenapa harus memikirkannya!!”
“kira-kira apa yang di
pikirkannya yah tentang aku, haaah!! Ada apa aku ini?” Risa menggeleng-gelengkan
kepala mencoba menghilangkan sosok pria halte tersebut di pikirannya.
***
Suasana di kelas sangat
gaduh, guru matematika sedang pergi rapat jadi jadwal kosong. “daripada nggak
jelas mau ngapain di kelas mending menggambar saja” ungkap Risa. Risa mengambil
buku gambar di dalam tas. Buku gambar yang selalu Risa bawa kemana-mana dan
selalu terisi goretan-goretan pensil yang menghiasi buku gambar tersebut.
“hai.. menggambar siapa
hari ini?” tanya Desi teman sebangku Risa
“ooh..pria halte, tapi
nggak tau siapa” jawab Risa datar tanpa memperdulikan rasa penasaran Desi.
“cieee…..” ledek Desi
Sejenak Risa berfikir
“kenapa aku mendadak menggambar pria halte ini? Kenapa pria ini ada di benak ku
sekarang?” Risa pun menyobek gambar tersebut.
“loh..kenapa di robek
Ris??ih..nggak apa-apa kali… ini kan mengasah bakat mu juga, jangan di tahan
Ris” ujar Desi. Terkadang Desi ini teman yang iseng tapi dewasa makanya
sebangku dengan dia nyaman. Tiba-tiba Icha menghampiri “hayooo…lagi gosipin
siapa?” mengagetkan Desi dan Risa.
“eh.,itu ko kaya pernah
lihat dimana yah ris…kayanya nggak asing” lanjut Icha kembali
“bukan siapa-siapa itu
dejavu kali cha” ujar Risa sambil melirik Desi berkedip tanda kode kalau itu
rahasia.
“hahahahaha” Desi
tertawa terbahak-bahak melihat Risa sedikit grogi.
Sepulang sekolah, kali
ini sudah dengan persiapan dari rumah membawa payung walaupun sedikit ribet
membawa payung tapi Risa mengikuti perintah ibunya. Berjalan ke halte pun agak
santai, pulang sendirian lagi dinikmati Risa dan tidak menghiraukan hujan yang
rintik-rintik. Tak terasa sudah sampai juga di halte Pasundan. Pria halte
tersebut sudah ada disana tengah asik baca komiknya. Kali ini di halte terasa
sepi hanya ada kita berdua dan Risa menatap dalam-dalam ke arahnya harapannya
dia menoleh dan melihat wajahnya utuh bukan hanya dari samping tapi alhasil dia
sama sekali tidak menoleh. Risa semakin penasaran dengan pria halte tersebut
ditunggunya pria tersebut demi keingintahuannya.
“udah 30 menit berlalu
pria ini ko nggak ngeberhentiin angkut” tanya Risa dalam hati
“haaaah….apa peduli ku,
aku mau naik angkut saja duluan!” Risa memberhentikan angkutan 04 yang melintas
di depannya, bergegas Risa naik dan memilih duduk di pojokan belakang dekat
kaca tiba-tiba Risa melihat pria halte mengadahkan mukanya melihat ke arah angkutan
04 “hah??dia menoleh kesini, haaaaaaaah sial!! kehalang hujan begitu derasnya
jadi nggak begitu jelas,samar-samar!” muka Risa ditekuk sedih dan sebal padahal
itu kesempatan bisa melihat wajahnya secara utuh.
***
Waktu istirahat tiba
Risa lebih memilih menggambar di kelas, sesuai cita-citanya menjadi pelukis
terkenal Risa lebih menghabiskan waktu istirahat di kelas untuk menggambar
“ris, gambar siapa lagi?” tanya Desi menghampiri Risa dengan cemilan pesanan
Risa.
“pria halte lagi…” jawab
Risa sambil membuka cemilannya.
“ko cuman wajah dari
samping terus” tanya Desi penasaran.
“aku cuman liat raut wajahnya
dari samping terus des.. cuman mimiknya saja dan komik yang selalu berbeda-beda
tapi kemarin aku lihat dia mengadahkan mukanya tapi sayang mukanya samar-samar
nggak jelas kehalang derasnya hujan”
jelas Risa sambil melanjutkan menggambar.
“hmmmm…gitu” tanggapan
Desi datar.
***
Sudah enam bulan Risa
hanya bisa memandang pria halte dari jarak 1 meter, dia selalu berdiri di pojok
kanan sedangkan Risa berdiri di pojok kiri. Seperti biasa walaupun di halte
cuman ada berdua mereka saling membisu, sedangkan Risa sekali-kali meliriknya
dari mulai mimik wajahnya serta komik yang dibacanya .
“Astaga!! Apakah aku
jatuh cinta dengan pria halte ini? kenapa aku selalu menggambarnya?diam-diam
memperhatikannya?apakah aku sudah gila?ya Tuhan..padahal dari awal aku nggak
pernah memperdulikannya” gerutu Risa kembali sambil termenung dengan pikirannya
selama ini.
Clak…clak..clak….brrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrr
seketika hujan deras padahal cuaca saat itu cerah
“nah lho…hujan siang
hari pertanda ada yang nangis” celetuk Risa mencoba memancing pria halte
tersebut.
“hari gini masih
percaya mitos!” tiba-tiba pria halte itu menjawab gerutu Risa sambil berlari
naik angkutan umum yang diberhentikannya.
Sedangkan Risa hanya
terpana dan kaget “deg..deg..deg..deg..deg..” jantung Risa berdetak semakin
kencang “ Tuhan..aku mendengar suaranya” Risa menunduk tersenyum malu.
Beberapa menit melamun
“eh,,,tadi dia naik apa??!!” sesal Risa
“hiiiih..!!bodohnya aku
malah terkesima bukannya melihat angkutan jurusan apa!”
Hampir satu tahun Risa
selalu melihat pria halte dan menggambar dirinya, entah sudah berapa buku
gambar berisikan gambar pria halte tersebut walaupun dalam satu tahun ini
bertemu kebetulan di halte tapi mereka sama-sama diam tanpa ada perbincangan
sekali pun ataupun saling menatap sejenak.
“dasar pria so cool!!” gerutu Risa
***
Sudah sebulan semenjak
kenaikan kelas 3 SMP Risa tidak pernah lagi melihatnya, kali ini Risa lebih
sering di antar jemput dengan supir Ayahnya. Kata Ayah “aku harus mengurangi
aktifitas dan harus fokus belajar sudah kelas 3 persiapan untuk UN” Sedih
menerima keputusan itu tapi itulah demi kebaikan walaupun sedih tidak bisa kembali
melihat pria halte dan terkadang memikirkannya pingin tahu komik apa lagi yang
dia baca.
Risa sekarang lebih
sibuk dengan aktifitas belajar bareng, Les di sekolah dan Les di Primagama .
lambat laun Risa lupa dengan pria halte tersebut sampai masuk kuliah jurusan
teknik di ITB.
“hei… ris” sapa Rafid
“hei fid..”
“Ris, entar malam
keluar yuuk” ajak Rafid
“tumben, biasanya
paling anti keluar malam fid…”
“kali ini aku nggak
anti Ris..”
“ah,,aku males keluar
fid”
“ayolah..sekali ini
saja yah terima ajakan ku “ Rafid merayu memasang muka melas
“iyah..fid”
“yes!! Makasih yah
ris..sampai ketemu ntar malam” sorak Rafid gembira dan meninggalkan Risa yang
duduk di kantin
“hei…Ris” sapa Abdul
“eeeh…dul..dul..si dul”
canda Risa
“barusan Rafid yah??
Hmmm,,, “
“iya, kenapa
dul??cemburu kah dirimu?? Hahaha”
“yee…!!bukan itu, dia
itu udah lama merhatiin kamu terus ris kayanya suka deh”
“nggak apa-apa,
kalaupun dia suka mau gimana lagi?hahaha..udah aah!”
Pada kenyataannya Risa
juga menyukai Rafid semenjak masuk kuliah, semenjak dekat dengannya Risa merasa
nyaman dan selalu senang di dekatnya. Risa tahu Rafid nggak lagi dekat dengan
perempuan lain begitu sebaliknya. Kadang mereka tiap hari minggu jalan-jalan
berdua kemudian menyalurkan hobi masing-masing Risa melukis sedangkan Rafid
dengan kameranya.
***
Malam pun tiba, Rafid
sengaja datang cepat supaya nggak ngaret tapi ternyata orang yang ditunggu
sedang sibuk mempersiapkan diri akhirnya Rafid di suruh menunggu di ruang tamu
kosan.
“rapih betul fid, mau
kemana sebenarnya kita?” tanya Risa penasaran
“ada deh, yuu pergi tuan putri” puji Rafid
Tiba-tiba…….Hujan pun
turun sangat deras
“haaah sial!!gagal deh
rencana malam ini” gerutu kecil Rafid
“yaaah..hujan fid,
gimana dong? Kita makan mie aja yah di kosan ku”
“iya” raut sedih Rafid
“kenapa fid?”
“sebenarnya malam ini
aku mau ngajak ngedate kamu Ris, aku mau nembak kamu” Rafid tertunduk tak sadar
dengan ucapannya.
“nembak??!!” teriak
Risa kaget
“heih..?!! nggak
ris..nggak… bercanda” Rafid mulai gelagapan mencoba mengalihkan pandangannya.
“hmmm” mata Risa
melotot ke arah Rafid
“iya deh ngaku ris,
sebenarnya malam ini rencana aku mau mengutarakan perasaan aku sama kamu” Rafid
masih tertunduk dengan suara lemas.
“terus?” tanya Risa
kembali walaupun sudah tahu ujung pembicaraan Rafid kemana tapi Risa mencoba
memancing Rafid yang selalu grogi tiap kali obrolan mereka serius.
“ya gitu ris..”
“gitu gimana??” tanya
Risa penasaran.
“yaa aku suka kamu, sayang
sama kamu” kali ini Rafid tidak menundukan wajahnya tapi memandang Risa
dalam-dalam.
“ooh” jawab Risa datar
“ooh??!! Nggak ada kata
lain apa ris?!” Rafid mulai kesal dengan tanggapan Risa.
“ya terus mau jawaban
apa?” iseng Risa.
“apa kek ris, aah nggak
romantis banget sih ris..” Rafid mulai menekuk wajahnya.
“loh?ya terus aku harus
jawab gimana?”
Rafid kemudian menghela
nafas dan menatap Risa kembali “Ris, aku kenal kamu sudah lama, semenjak 3
semester ini kita sering jalan bareng, karena kebersamaan itu jadi aku sayang
sama kamu.. mau kah dirimu eh kamu menjadi pacar ku?” jantung Rafid seketika
ikutan berdetak keras takut jawabannya adalah sebuah penolakan.
Deg!!! Risa pun
terdiam, berfikir jawaban apa yang harus diberikannya antara senang dan
bingung.
“ris..ris…haloooo” Rafid
membangunkan lamunan Risa
“eh.. maaf fid”
“so??”
jantung Rafid semakin berdetak kencang.
“so apa? Somay maksudnya? Hahahaha” canda Risa tertawa
terbahak-bahak agar suasana tidak begitu tegang.
“serius Ris..”
“makasih fid dah sayang
sama aku tapi…….”
“tapi apa Ris?? Yaudah
ris kalau kamu nggak bisa nerima aku”
“yeee..!! tapi aku
nggak bisa nolak kamu” dicubitnya pipi Rafid
“hah??apa Ris??” Rasa
sakit di pipinya nggak begitu dihiraukan oleh Rafid
“budeg!!” cubitan Risa
semakin keras
“hahahaha….ayo dong
ulang sekali lagi?” pinta Rafid sambil mengelus pipinya yang kesakitan.
“iyaah aku menerima
cinta mu” Risa tersipu malu menundukan wajahnya.
“Yes!!! Makasih banyak
yah ris.. akhirnya sekian lama memperhatikan mu nggak sia-sia” raut Rafid
kembali cerah dan gembira
***
Kini Risa dan Rafid
bekerja di Jakarta sudah mapan dan pemikirannya sudah dewasa akhirnya setelah 5
tahun perjalanan cintanya, mereka memutuskan untuk segera menikah. Risa pun
menerima lamaran Rafid secara resmi di hadapan keluarga kedua belah pihak. Inilah
tujuan awal mereka berkomitmen untuk menikah. Pemikiran dan prinsip yang sama
menjadikan mereka pasangan yang selalu bikin iri teman-teman kampusnya walaupun
terkadang terjadi keributan kecil tapi mereka mencoba memperbaiki secepat
mungkin dan menutupi dari teman-temannya.
“jadi resign hari ini Ris..” suara berat Rafid
di balik ponselnya
“iyah, seperti kataku
dari kemarin aku pingin terjun langsung nyiapin pernikahan kita fid” tegas Risa
sambil memegang surat resign yang
sudah disiapkan dari kemarin.
“hehehe… yaudah kabari
lagi yah setelah resign, aku kembali
kerja kalau begitu” Rafid mengakhiri pembicaraan.
“ok sip!”
Tut..tut..tut…
(bunyi telpon terputus)
Beberapa menit
kemudian, Risa mengambil ponselnya kemudian menekan tombol 2 (tombol cepat
langsung ngehubungi Rafid)
“haloo..”
“fid….” Suara lemas
Risa
“kenapa?”
“aku nggak boleh resign, aku malah dikasih cuti lama”
kesal Risa
“loh?mana boleh
perusahaan begitu!”
“nggak tahu.. pokoknya
bos nggak ngizinin aku resign katanya
lebih baik ngasih cuti panjang daripada kehilangan karyawan berprestasi” Risa
pun mencoba menjelaskan tak sadar air mata jatuh dipipinya.
“hei..jangan nangis,
nggak apa-apa Ris cuti juga kan enak, masalah kedepannya setelah menikah entar
kita bahas lagi yah?” Rafid tahu Risa pasti mengangis kalau masalah serius tapi
nggak kunjung kelar dan sikap Rafid yang selalu pengertian dengan sifat Risa
yang selalu menangis.
“tapi kan aku jadi di bayang-bayangi
kerjaan terus” air mata semakin membasahi pipi Risa.
“hehehe…udah nggak
apa-apa, santai saja.. besok jadi kan pulang?” Rafid mencoba mengalihkan
pembicaraan.
“iyah..” Risa menghela
nafas dan mengusap pipinya yang basah.
Keesokan harinya
….I
love you..i love you..indonesia…. (dering HP berbunyi)
“halo..”
“Ris, maaf.. aku
kayanya nggak bisa nganterin, kerjaan numpuk sepertinya mau lembur hari ini”
ujar Rafid
“iya,, its ok! No problem hehehe..”
“sip!makasih yah.. hati-hati
di jalan sesampainya di rumah langsung kabarin terus kalau ada apa-apa bilang,
duduknya sama ibu-ibu saja, jangan ngobrol sama sembarangan orang, dompet
awas!” nasehat Rafid yang begitu khawatir takut Risa kenapa-kenapa.
“hahahaha…iyaaah bawel”
Setelah lamaran itu
Rafid sedikit overprotektif dan sensitif tapi buat Risa itu nggak jadi
masalah asalkan Rafid masih bisa memberikan pengertian.
***
Udah seminggu di rumah
menyiapkan segalanya tanpa di temani Rafid walaupun terasa sepi karena setiap
hari selalu bersamanya tapi sekarang kemana-kemana sendiri dan sekali-kali
ditemani calon ibu mertua, hubungan mereka menjadi long distance.
Besok hari Minggu, Risa
sengaja mengosongkan jadwal kesana-kesininya untuk jalan-jalan sendiri sejenak.
“Bu..besok Risa pergi
main dulu yah? Pingin jalan-jalan sendirian menghirup udara masa lajang hehehe”
“dasar, hahaha iyah..hati-hati
ditemani Randi kan?” tanya Ibu
“masa harus sama ade
sih bu, sendirian saja naik angkut kan namanya jalan-jalan”
“hmm” tanda setuju dari
Ibu.
Hari minggu pun tiba, udah
berapa banyak angkutan umum di tumpangi Risa hanya untuk sekedar jalan-jalan
nggak karuan.
“kiri mang,,kiri…” Risa
memberhentikan angkutan yang dia tumpangi ternyata Risa memberhentikan karena
melihat halte masa lalunya.
Risa mengambil nafas
dalam-dalam, tersenyum “halte ini, penuh kenangan bersama icha dan…” seketika
Risa mengingat pria halte tersebut.
“hah? Apa yang aku
pikirkan?” Risa masih menatap pojokan sebelah kanan sangat jelas bayangan masa
lalunya kembali muncul, pria halte yang selalu baca komik.
….I
love you..i love you..indonesia…. (dering HP berbunyi)
Bunyi itu menghentikan
lamunan Risa ke masa-masa SMP, ternyata
telpon dari Rafid
“hallo..”
“hallo..ris, lagi
dimana?” tanya Rafid
“lagi di Halte menunggu
angkutan umum” jawab Risa datar
“yaudah hati-hati
yah….. jangan terlalu cape, kalau gitu aku kembali bekerja, love you”
“iyah…love you too”
Tut..tut..tut..
Rafid mengakhiri telponnya.
“Astaga..apa yang aku
pikirkan sekarang?? Bentar lagi aku menikah tapi malah memikirkan kembali pria
halte tersebut, Ya Tuhan.. maafkan aku..” Risa termenung sebentar mencoba
menghilangkan pikiran pria halte tapi ternyata bayangan itu semakin kuat. Segera
Risa mengambil ponselnya di saku celana, kemudian dicarinya nama Desi di phone book.
Tut…..tut….tut….tut…..
(telpon belum di angkat)
“ayolah dess…angkat… I need you” Risa mulai cemas dengan
pikirannya sendiri.
Tut…tut…tut…tut,,
“haloo..”
“Desii!!! Akhirnya di
angkat juga” teriak Risa
“hadeuh ni orang nggak
pernah berubah, kenapa Ris..?” tanya Desi
“buruan ke Caffe mixi sekarang,
Pokoknya buruan kesini”
“kebiasaan!! Iyaaa
tunggu 30 menit..”
“seet..lama amat, tapi
buruan yah datang”
Tut,,tut,,tut,,
Risa memberhentikan
angkutan yang satu jurusan menuju Caffe mixi, 40 menit kemudian tersaji di meja
bundar 2 gelas minuman yang habis di teguk Risa dan sepiring cemilan.
Dilambaikannya tangan
Desi ke arah Risa
“maaf..maaf telat” ujar
Desi buru-buru menghampiri Risa
“iya nggak apa-apa,, sudah
biasa Desi si tukang ngaret hahahaha”
“heuh!!kenapa?kenapa?”
tanya Desi penasaran
“Des…gawat!! Masih
inget kan pria halte yang jaman SMP?” tanya Risa balik
“yang mana yah??lupa” di
kerutkan kening Desi dan mulai berfikir.
“hiiiiiiiiiih!! Itu loh
yang aku gambar tiap hari”
“ooh..iya inget,
kenapa??kamu ketemu dia lagi??”
“bukaan, tapi aku
mengingatnya kembali tadi di halte”
“ya ampuun Ris,.. cuman
mengingat doang kan? kenapa seserius itu?”
“justru itu aku jadi
ragu 2 minggu lagi aku mau nikah sama Rafid masa pria halte lagi sih yang di
inget mulu”
‘ris..” Desi mencoba
menenangkan dan menasehatinya.
“gini..gini.. pria
halte itu kan cuman bayangan masa lalu jadi nggak usah dipikirin lagi, move on! Inget Rafid sa… cowok yang
selalu mendampingi kamu, bukan bayangan itu!”
“iya des..tapi….”
Desi memotong “tapi
apa?? Nggak ada tapi-tapian pokoknya lupakan pria halte itu ok?! Trust me.. kamu besok pasti lupa”
Rani mengangguk tanda
mengiyakan perkataan Desi.
***
Sesampainya di rumah,
Risa tergesa-gesa lari ke kamar
“bu….” Panggil Risa nyambi
mencari-mencari kotak kaleng.
“bu…liat kotak kaleng
di lemari ku nggak??” tanya Risa
“kotak yang mana?” ibu
menghampiri ke kamar Risa
“ini loh bu.. yang ku
simpan disini” menunjuk di pojokan bawah lemari
“ibu nggak tau, kan
kamu terakhir yang merapihkan kamar”
Risa kembali
mengobrak-abrik kamar, mencari kotak kaleng itu di simpen dimana “mungkin
saatnya aku harus membuang kenangan masa lalu bersama pria halte. Aku nggak mau
menghianati cinta Rafid sosok pria yang hangat, pengertian dan penuh perhatian.
Aku akan mengabdi menjadi istrinya tanpa bayang-bayang pria halte”
“coba cari di gudang”
sambung Ayah dari ruang keluarga.
‘oh iyah..’ Risa
bergegas ke gudang, ternyata barang di gudang banyak banget. Kebingungan
mencari di gudang saking banyaknya dan belum ketemu-ketemu akhirnya memutuskan
melanjutkan besok.
Keesokan harinya..
“Hari ini aku harus
menemukannya” tekad Risa semakin kuat
Setelah beberapa jam,
akhirnya Risa menemukan kotak kaleng tersebut yang sudah penuh debu. Dibukanya
kaleng tersebut dan melihat gambar-gambar pria halte, mata Risa tiba-tiba
berkaca-kaca “aku merindukan mu” ungkap Risa dalam hatinya.
……I
love you… I love you Indonesia…
Ternyata Rafid menelpon,
Risa terdiam sejenak “ya Tuhan..apa yang terjadi, tiap kali aku mengingat pria
halte itu, Rafid menelpon aku apakah ini sebuah peringatan dari Mu?”
Berapa kali Rafid
telpon akhirnya diangkatlah ponsel tersebut.
“hallo..Ris..” nada
lemas Rafid tak biasanya
“hallo fid..kenapa?”
Risa malah balik tanya
“nggak apa-apa, hanya
kangen sama kamu”
“oh..sama” datar ku
Haciiiiiuww… nggak
sengaja Risa bersin
“kamu sakit?”
“nggak, kena debu lagi mencari
sesuatu di gudang.. fid, aku ke toilet dulu yah, idung ku gatel pingin bersin
mulu”
“iyah”
Tut..tut…tut…
kali ini Risa yang menutup duluan telpon, bergegas lari ke toilet tanpa
menghiraukan kotak kaleng tersebut.
***
Sudah 2 minggu Risa di
rumah untuk mempersiapkan pernikahan. Selama 2 minggu itu pula sikap Rafid
sedikit dingin “mungkin ini cobaan dalam hubungan sebelum nikah yang katanya
emosional kita akan berlebih entah itu cemburu, curiga, dan lainnya tapi aku
percaya ko Rafid masih mencintaiku” Risa meyakinkan diri kalau semua baik-baik
saja.
Nguuk…..nguuk..nguuk..
(suara ponsel bergetar)
Antara sadar dan tidak diangkatnya
tanpa melihat siapa yang nelpon
“hallo..”
“hallo ris..”
suara yang ga asing di
telinganya “Rafid..! jam berapa sekarang? Ada apa?” ketus Risa
“selamat ulang tahun
yah sayang…maaf ulang tahun sekarang aku nggak bisa di samping mu”
“iyah nggak apa-apa,
makasih yah fid..” sedikit kecewa dengannya, hampir tiap Risa ulang tahun
selalu berbagi bersama tapi sekarang sendirian.
Pagi harinya…
Walaupun keadaan BT karena Rafid tapi Risa bersyukur ada teman-teman SMA yang datang ke rumah pagi-pagi
ngajak pergi main. Dari pagi sampai siang bermain bersama mereka, seketika Risa
melupakan Rafid dan rasa BT yang menyelimutinya. “seruu bisa senang-senang
bersama mereka kembali, bercanda, bergosip rasanya hari ini hari the best tanpa Rafid” ujar Risa dalam
hati.
Siang itu cuaca sangat
cerah seperti biasa cuaca tidak bisa di prediksi, hujan pun turun begitu
derasnya menghujani kota Bogor. Jam 2 siang mereka sudah kembali ke rumah Risa
tapi rumah terasa sepi, di sautnya satu persatu orang yang di rumah oleh Risa
tapi tidak ada yang jawaban. Risa dan teman-temannya berjalan ke ruang keluarga
dilihatnya layar putih. “ini apaan yah?” Risa mulai kebingungan
Tiba-tiba………….
Slide show di mulai,
masih bingung maksudnya apa dan penasaran juga isi slide show tersebut. Risa
menyimak baik-baik dan teman-teman SMAnya ikutan terkesima dengan kata-kata indah yang muncul di slide show
tersebut. Slide berikutnya beberapa foto di halte, disana ada 2 orang insan
anak SMP, yang satu sedang asik membaca komik yang satunya termenung dan kadang
memperhatikan pria itu.
“Deg..!!” Risa mulai
gelisah “seperti gambaran Risa waktu dulu bersama pria halte tersebut” kata-kata
puitis dari tiap fotonya membuat Risa meneteskan air mata “Kenapa??” Risa terus
bertanya seperti itu dalam hati
“hmm..ternyata mitos
itu benar yah, siang hari hujan tandanya ada yang nangis” suara itu sangat
nggak asing seperti Rafid. Risa langsung
menoleh ke belakang ternyata itu beneran Rafid. Air mata Risa semakin mengalir
sedangkan Rafid hanya tersenyum.
“tolong jelasin fid..”
pinta Risa
“maaf ris..aku
menyembunyikan selama ini, aku pria yang selalu kamu temui di halte itu”
jelasnya singkat sambil tersenyum menghampiri Risa yang duduk menangis
“JAHAT!!” teriak Risa
sambil menangis dan mencubit pipi Rafid.
“kalian juga jahat!!”
ujar Risa melihat ada Desi, Ayah dan Ibu, Randi serta teman-teman SMA yang
tersenyum kearahnya
“hehehe…maaf yah ris,
ini rencana Rafid dari awal. Aku juga baru tahu kalau pria halte itu Rafid ehh”
Desi keceplosan
Rafid mencoba
menenangkan dan menjelaskan apa yang terjadi sebenarnya. Ternyata Rafid selalu
memperhatikan Risa dari sejak SMP, SMA sampai kuliah. Rafid selalu bela-belain
untuk bisa sekolah yang tidak begitu jauh dengan Risa.
“ini jangan di buang
yah?” Rafid menunjukan kotak kaleng
“hah? Ko kamu tahu?”
tanya Risa penasaran
“waktu kamu ketemu Desi
itu, Desi langsung telpon aku terus menjelaskan apa yang terjadi sama kamu. Aku
langsung bergegas ambil cuti untuk pulang. Malamnya telpon ibu menanyakan
keadaan kamu lalu cerita katanya kamu lagi mencari sesuatu besoknya aku telpon
kan? Ternyata kamu di gudang dan respon kamu dingin. Tambah penasaran malamnya pas
kamu sudah terlelap dalam mimpimu, aku sudah nelpon orang rumah izin buat
kesana tanpa beritahu kamu dulu sa… hehehe maaf yah?”
“JAHAT!!tetep aja
jahat!!” tangan Risa kembali hinggap di pipi Rafid dan cubitan Risa semakin
keras.
Seminggu setelah Ultah
Risa akhirnya hari pernikahan pun tiba, settingan
pernikahan ini beda dari yang lain bukan singgasana yang di hias dengan
bunga-bunga atau tradisi adat tapi di setting
seperti sebuah Halte.
“akhirnya aku menikah
juga dengan cinta monyet sejati” ujar Rafid melirik Risa tersenyum bahagia
“apa??monyet???!!
berarti kamu juga monyet dong?!!” ketus Risa dan lagi-lagi mencubit pipi Rafid
yang cubby.
“cubitan hehehe…sebagai
pasangan monyet nggak boleh ketus looh?” rayu Rafid melepas tangan Risa dari
pipinya.
Risa pun tersenyum
melihat Rafid dan berdoa “Tuhan.. terima kasih ternyata pria halte adalah Rafid,
orang yang selalu di dekatku dan akhirnya menjadi suami ku, semoga pernikahan
ini akan selalu utuh,amin”